Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kue Pasung - Makanan Tradisional khas Banten

Kue Pasung Pandeglang – Jajanan Tradisional Banten yang Manis, Lembut, dan Sarat Makna

Kue Pasung Pandeglang – Manis, Lembut, dan Sarat Makna

Jelajahi cita rasa tradisional Banten bersama Saung AA Iyuy

✨ Mengenal Kue Pasung Khas Pandeglang

Kalau kamu main ke Pandeglang, jangan cuma pulang bawa oleh-oleh emping atau gula aren aja. Ada satu jajanan tradisional yang sudah melegenda turun-temurun — namanya Kue Pasung. Kue ini bukan sekadar camilan, tapi bagian dari budaya dan simbol kebersamaan masyarakat Banten.

Bentuknya unik seperti tanduk kecil atau kerucut yang dibungkus daun pisang, teksturnya lembut kenyal, dan rasanya manis legit dari perpaduan santan serta gula merah. Biasanya disajikan dalam acara adat seperti pernikahan, khitanan, atau kenduri. Kini, kue pasung juga mulai populer lagi karena banyak diburu wisatawan kuliner di pasar tradisional Pandeglang.

🍃 Ciri Khas dan Keunikan Kue Pasung

Kue Pasung punya bentuk dan aroma yang khas — bungkus daun pisang yang dikukus menghadirkan wangi harum alami. Ketika dibuka, terlihat dua warna cantik: cokelat keemasan dari gula aren dan putih lembut dari santan. Lapisan-lapisan ini bukan sekadar pemanis visual, tapi melambangkan harmoni antara rasa manis dan gurih yang menyatu.

Di Pandeglang, kue ini sering dianggap “kue nostalgia”. Banyak orang tua yang mengenang masa kecil dengan aroma kue pasung yang mengepul dari dapur nenek atau ibu mereka. Tak heran, kue ini menjadi simbol cinta keluarga dan tradisi yang hangat.

🍯 Resep Tradisional Kue Pasung Pandeglang

Versi resep berikut diambil dari racikan asli masyarakat Pandeglang yang masih mempertahankan cara tradisional. Cocok untuk kamu yang mau mencoba membuatnya sendiri di rumah.

Bahan Lapisan Gula Merah:

  • 150 gram gula merah, disisir halus
  • 50 gram gula pasir
  • 200 ml air
  • 2 lembar daun pandan
  • Sejumput garam

Bahan Adonan Utama:

  • 125 gram tepung beras
  • 50 gram tepung tapioka (atau sagu)
  • 400 ml santan sedang kentalnya (dari ½ butir kelapa)
  • 1 lembar daun pandan
  • Sejumput garam

Bahan Pelapis:

  • Daun pisang muda, dipotong ±20x20 cm
  • Minyak goreng untuk olesan

Langkah-langkah Pembuatan:

  1. Rebus gula merah, gula pasir, daun pandan, garam, dan air sampai gula larut. Saring dan sisihkan.
  2. Didihkan santan dengan daun pandan dan garam sambil diaduk, angkat dan biarkan dingin.
  3. Campur tepung beras dan tapioka, lalu tuang santan sedikit demi sedikit sampai adonan halus.
  4. Bagi adonan jadi dua: satu polos (putih), satu diberi air gula merah (cokelat).
  5. Bentuk daun pisang menjadi kerucut kecil, olesi minyak agar tidak lengket.
  6. Isi sedikit adonan cokelat di dasar, lalu adonan putih di atasnya.
  7. Kukus ±25–30 menit hingga matang. Angkat, biarkan dingin, dan siap disajikan!

Hasilnya adalah kue lembut berlapis dua rasa: gurih santan dan manis gula aren. Kue ini enak disajikan hangat maupun dingin, dan awet sampai dua hari jika disimpan dalam wadah tertutup.

📜 Asal-Usul Kue Pasung di Banten

Kue pasung berasal dari masyarakat pesisir selatan Banten, terutama di Pandeglang dan Lebak. Kata “pasung” dalam bahasa Sunda berarti “tertutup” atau “terpasung”, merujuk pada bentuknya yang terbungkus rapat oleh daun pisang. Secara simbolik, itu menggambarkan perlindungan dan keutuhan.

Menurut penuturan warga tua di Pandeglang, kue ini sudah ada sejak zaman nenek moyang, dibawa oleh pedagang dan disesuaikan dengan bahan lokal seperti gula aren dan kelapa. Kue pasung sering disajikan dalam acara besar karena dianggap membawa keberkahan dan rasa kebersamaan.

Di masa lalu, para ibu membuat kue ini bersama-sama menjelang acara hajatan. Kegiatan itu menjadi momen kebersamaan antarwarga — memasak, membungkus, dan mengukus sambil bercengkerama. Jadi bukan sekadar makanan, tapi simbol gotong royong khas masyarakat Banten.

🔍 Makna Simbolik Kue Pasung

Kue Pasung bukan cuma soal rasa, tapi juga sarat makna. Di beberapa desa, bentuk kerucutnya dianggap sebagai simbol doa yang mengarah ke atas — tanda pengharapan dan syukur kepada Tuhan.

Bungkusnya yang tertutup rapat juga dimaknai sebagai bentuk penjagaan, agar keluarga tetap rukun dan hubungan tidak tercerai-berai. Tak heran, kue ini selalu hadir dalam acara pernikahan atau syukuran sebagai doa simbolik agar rumah tangga “tidak terpasung oleh masalah, tapi terikat oleh kasih sayang”.

Dalam konteks sosial, kue pasung mencerminkan kesederhanaan dan kebersamaan. Bahannya mudah didapat, murah, tapi proses pembuatannya butuh kesabaran dan kerja sama. Filosofi inilah yang menjadi alasan kenapa kue pasung tetap bertahan di tengah arus modernisasi.

📍 Kue Pasung dalam Kuliner Pandeglang Masa Kini

Walau zaman sudah berubah, kue pasung masih bisa kamu temui di pasar tradisional seperti Pasar Pandeglang, Menes, atau Saketi. Beberapa UMKM lokal juga mulai memproduksi kue pasung dengan kemasan modern agar bisa dijual online.

Bahkan, di acara festival kuliner Banten, kue ini sering jadi ikon booth khas Pandeglang. Banyak wisatawan luar daerah penasaran dengan bentuknya yang unik dan rasanya yang “ngangenin”. Selain dijual satuan, kini banyak juga versi mini dan kekinian dengan topping kelapa parut kering atau keju parut di atasnya.

💡 Tips Membuat Kue Pasung Anti Gagal

  • Gunakan gula aren asli Pandeglang agar warnanya lebih cantik dan rasa manisnya alami.
  • Santan jangan terlalu kental supaya adonan tidak bantat.
  • Pastikan kukusan benar-benar panas sebelum adonan dimasukkan.
  • Bungkus daun pisang harus bersih dan lentur — bisa dilayukan di atas api dulu.

🌸 Nilai Filosofis dan Kearifan Lokal

Dalam filosofi masyarakat Pandeglang, setiap makanan punya cerita. Kue pasung dianggap simbol dari ngahiji rasa jeung niat — menyatukan rasa dan niat. Bahwa kebahagiaan tidak datang dari kemewahan, tapi dari proses bersama yang sederhana dan tulus.

Saat kue ini disajikan di acara adat, biasanya disertai ucapan syukur dan doa. Artinya, kue pasung bukan cuma cemilan, tapi juga simbol doa, harapan, dan persaudaraan.

🍽️ Penutup

Kue Pasung khas Pandeglang adalah bukti bahwa kekayaan kuliner Indonesia bukan hanya soal rasa, tapi juga tentang sejarah, budaya, dan nilai kehidupan. Lewat aroma daun pisang dan legitnya gula aren, tersimpan pesan moral tentang kebersamaan dan kesederhanaan.

Jadi, kalau kamu berkunjung ke Pandeglang, sempatkan mencicipi kue pasung di pasar tradisional atau warung jajanan. Dengan membeli dan menikmatinya, kamu ikut melestarikan warisan kuliner Banten yang nyaris terlupakan.

❓ FAQ – Pertanyaan Seputar Kue Pasung

1. Apakah kue pasung sama dengan kue putu?
Tidak. Kue pasung lebih lembut, berbentuk kerucut, dan dibungkus daun pisang, sementara kue putu menggunakan bambu dan berisi gula merah.

2. Bisa tahan berapa lama?
Sekitar 2 hari di suhu ruang, atau 3–4 hari dalam lemari pendingin.

3. Bisa pakai gula pasir saja?
Bisa, tapi rasanya tidak selegit gula aren asli Pandeglang.

4. Apakah bisa dikukus tanpa daun pisang?
Bisa pakai cup aluminium, tapi aroma khasnya akan berkurang.

#KulinerBanten #KuePasung #PandeglangHeritage #SaungAAIyuy #KueTradisional #JajananKlasik #ResepNusantara #WisataKulinerBanten

Artikel ini dipersembahkan oleh Saung AA Iyuy – Portal budaya, kuliner, dan inspirasi Banten.

Kunjungi kami di saungaaiyuynet.blogspot.com

Posting Komentar untuk "Kue Pasung - Makanan Tradisional khas Banten"