Falsafah Kesenian Debus Banten
Dari Dakwah hingga Magis Dini Hari
Halo Sobat Saung AA Iyuy! Yuk kita ngulik bareng-bareng falsafah di balik kesenian ekstrem tapi sarat makna: Debus Banten. Tenang, tetap santai, tapi tetap tajam seperti pisau golok yang dipakai pemain Debus, hehe!
1. Sejarah Singkat Debus
- Debus muncul di era Kesultanan Banten abad ke-16, tepatnya pada masa Sultan Maulana Hasanuddin (1532–1570). Kesenian ini digunakan sebagai media penyebaran agama Islam, dibawa oleh tokoh tarekat seperti Nurrudin Ar-Raniry0.
- Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa (1651–1692), Debus menjadi cara untuk membangkitkan semangat rakyat Banten dalam menghadapi kolonial Belanda1.
- Setelah sempat meredup, kesenian Debus muncul lagi pada era 1960-an dan berkembang sebagai hiburan budaya hingga sekarang2.
2. Makna dan Falsafah di Balik Debus
Debus bukan sekadar atraksi nekat—tapi sarat dengan nilai spiritual, etika, dan filosofi hidup:
- Keseimbangan Fisik & Batin Debus mengajarkan bahwa kekuatan fisik perlu diseimbangkan dengan ketenangan batin. Latihan fisik tanpa spiritual akan kosong. Praktisi Debus harus memupuk niat tulus, tidak untuk pamer atau sombong3.
- Doa & Keimanan Atraksi Debus selalu dimulai dengan wirid, dzikir, sholawat, dan ayat-ayat Qur’an seperti Surah Al-Falaq, Al-Ikhlas, dan Ayat Kursi. Bacaan ini dipercaya sebagai tameng spiritual agar tubuh tak terluka4.
- Tiada Daya dan Kekuasaan selain Allah Ungkapan "lā ḥawla wa lā quwwata illā billāhil-‘aliyyil-a‘ẓīm" (tiada daya dan kekuatan kecuali karena Allah) menjadi inti falsafah Debus: hanya atas izin-Nya bisa aman dari benda tajam5.
- Latihan Spiritual Tidak Sekadar Fisik Debus melibatkan ritual puasa, dzikir berturut-turut, tapa, serta mantra rahasia yang hanya diajarkan turun-temurun oleh guru ke murid6.
- Simbol Keteguhan Iman dan Perlawanan Debus juga lambang keberanian dan ketabahan masyarakat Banten dalam menghadapi penjajah, bukan hanya atraksi hiburan semata7.
3. Komposisi Debus: Magis, Seni Tari, & Suara
Debus menggabungkan beberapa elemen seni dan kekuatan batin:
- Seni Tari & Silat – Giat gerak tubuh dan keselarasan dengan musik tradisional seperti gendang, kendang, rebana, kecrek8.
- Seni Suara – Lantunan dzikir, shalawat, dan macapat seperti “gembung” dan “beluk” yang melingkupi pertunjukan dari awal sampai puncak aksi9.
- Unsur Magis/Kebatinan – Peniruan benda tajam menusuk tubuh, berjalan di atas bara, memakan kaca, semua dibalut dengan kharisma dan keteguhan batin10.
4. Pergeseran Fungsi Debus
Dulu sebagai media dakwah dan semangat juang; kini Debus lebih banyak tampil sebagai hiburan budaya dan atraksi wisata. Banyak festival dan kelompok sanggar yang menampilkan Debus sebagai identitas Banten yang menarik, tetapi tetap membumi pada nilai spiritual yang asli11.
5. Tantangan & Pelestarian
Kesenian Debus menghadapi tantangan zaman modern:
- Minat generasi muda menurun, budaya luar lebih menarik bagi mereka12.
- Eksploitasi atraksi bisa mengaburkan makna spiritual yang mendalam jika hanya jadi tontonan sensasional13.
- Butuh pelestarian kolektif: perencanaan bersama antara pemerintah, sanggar, dan komunitas lokal agar Debus tetap hidup dan relevan14.
6. Kenapa Debus Bikin Terpukau?
Debus menyihir penonton karena memadukan unsur ekstrem dan spiritual—menonton goresan benda tajam tanpa luka dan diiringi dzikir mendebarkan tentu bikin penasaran. Namun esensinya tetap: keteguhan iman, pengendalian diri, dan warisan budaya yang tak ternilai.
Kesimpulan
Debus Banten bukan sekadar pertunjukan adu nyali. Di baliknya tersimpan falsafah luhur: keberanian rohani, kekuatan spiritual, dan kecintaan terhadap warisan budaya Islam di Banten. Dengan terus melestarikan dan memahami falsafahnya, Debus tetap relevan sebagai identitas budaya dan inspirasi hidup generasi penerus.
Penulis: aa iyuy untuk Saung AA Iyuy. Terus dukung pelestarian budaya lokal! #DebusBanten #FilosofiDebus #BudayaBanten
Posting Komentar untuk "Falsafah Kesenian Debus Banten"