Kesultanan Banten
Kesultanan Banten: Sejarah, Sultan, dan Cerita Rakyat yang Terlupakan
Ditulis oleh aa iyuy untuk blogger Saung AA Iyuy | Semoga bisa menambah wawasan dan bermanfaat untuk semua
Kesultanan Banten adalah salah satu kerajaan Islam paling berpengaruh di Nusantara. Terletak di ujung barat Pulau Jawa, Banten menjadi pusat perdagangan internasional, pusat penyebaran Islam, serta simbol perlawanan terhadap kolonialisme. Tapi jauh sebelum itu, wilayah ini juga pernah menjadi pusat peradaban Hindu-Buddha dengan nama-nama seperti Salakanagara dan Tarumanegara.
Artikel ini akan mengajak kamu menyelami sejarah Kesultanan Banten dari berbagai sisi: sejarah, tokoh-tokoh penting, cerita rakyat, hingga senjata legendaris seperti Meriam Ki Amuk dan Ki Jagur. Yuk kita kulik sama-sama!
Jejak Awal: Salakanagara dan Tarumanegara
Sebelum Islam masuk, wilayah Banten adalah bagian dari dua kerajaan kuno: Salakanagara dan Tarumanegara. Salakanagara dipercaya sebagai kerajaan tertua di Nusantara yang berdiri sekitar abad ke-2 Masehi, dipimpin oleh Raja Dewawarman. Letaknya diperkirakan di sekitar Pandeglang, Banten sekarang.
Setelah itu, Tarumanegara muncul sebagai kerajaan besar Hindu beraliran Wisnu yang meninggalkan banyak prasasti, salah satunya Prasasti Ciaruteun di Bogor. Tarumanegara menjalin pengaruh kuat di barat Jawa, termasuk wilayah Banten. Inilah akar peradaban kuno sebelum hadirnya kerajaan Islam seperti Banten.
Kelahiran Kesultanan Banten
Kesultanan Banten berdiri sekitar tahun 1526 M setelah penaklukan Banten Girang oleh pasukan Sunan Gunung Jati dari Cirebon yang beraliansi dengan Demak. Putranya, Sultan Maulana Hasanuddin, menjadi sultan pertama Banten. Ia membangun Masjid Agung Banten dan menjadikan Banten sebagai pusat Islam dan perdagangan.
Letak geografisnya yang strategis menjadikan Banten pelabuhan penting jalur perdagangan rempah. Kapal dari Arab, India, Cina, hingga Eropa pernah berlabuh di pelabuhan Banten Lama.
Daftar Sultan yang Pernah Memerintah Banten
- Sultan Maulana Hasanuddin (1552–1570)
- Sultan Maulana Yusuf (1570–1580)
- Sultan Maulana Muhammad (1580–1596)
- Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir (1596–1651)
- Sultan Ageng Tirtayasa (1651–1683)
- Sultan Haji (Abu Nashar Abdul Qahar) (1683–1687)
- Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya (1687–1690)
- Sultan Abu Nasr Abdul Kahhar (1690–1733)
- Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin (1733–1773)
- Sultan Muhammad Arif Zainal Asyikin (1773–1799)
- Sultan Muhammad Muhyiddin (1799–1808)
- Sultan Muhammad Rafiuddin (1808–1813)
Cerita Rakyat: Sultan Hasanuddin dan Pucuk Umun Adu Ayam Sakti
Salah satu cerita rakyat paling terkenal dari Banten adalah tentang Sultan Hasanuddin yang harus bertarung adu ayam melawan Pucuk Umun, tokoh spiritual dari pedalaman. Ceritanya, sang sultan ingin menyatukan wilayah Banten dengan dukungan para tokoh adat. Tapi Pucuk Umun menolak kecuali bisa dikalahkan dalam adu ayam.
Singkat cerita, Sultan Hasanuddin memelihara ayam jantan berwarna hitam, dan Pucuk Umun membawa ayam putih. Ketika ayam milik Pucuk Umun hampir menang, Sultan berdoa, dan tiba-tiba ayamnya berubah jadi emas menyilaukan. Ayam Pucuk Umun kalah dan sang tokoh adat akhirnya tunduk dan menyatakan wilayahnya bersatu dengan Banten.
Meski terkesan legenda, cerita ini dianggap simbolik penyatuan antara kekuasaan kerajaan dan kekuatan adat lokal yang sakral.
Meriam Ki Amuk dan Ki Jagur: Penjaga Tanah Banten
Banten juga dikenal dengan dua meriam legendaris, yakni Ki Amuk dan Ki Jagur. Ki Amuk terletak di Banten Lama, dipercaya bisa menjaga wilayah dari serangan musuh. Panjangnya 3 meter lebih, dan dibuat dari perunggu asli dengan ornamen khas.
Sementara Ki Jagur sekarang berada di Museum Fatahillah Jakarta, dulunya juga berasal dari wilayah Banten. Kedua meriam ini menjadi simbol kekuatan militer dan spiritual Kesultanan Banten pada masanya.
Perlawanan Terakhir & Akhir Kesultanan
Salah satu episode paling tragis adalah pertarungan antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya Sultan Haji, yang dibantu Belanda. Konflik internal ini dimanfaatkan VOC untuk memperlemah Banten. Sultan Ageng akhirnya ditangkap dan wafat dalam tahanan.
Setelah itu, Banten perlahan-lahan menjadi daerah taklukan Belanda hingga akhirnya status kesultanan resmi dihapus pada abad ke-19. Tapi jejaknya tetap hidup sampai hari ini.
Cerita Rakyat Tambahan: Nyi Mas Ratu Wetan dan Harta Terpendam
Konon, di wilayah pegunungan dekat Banten Selatan, hidup seorang tokoh wanita sakti bernama Nyi Mas Ratu Wetan. Ia dipercaya sebagai penjaga harta pusaka Kesultanan Banten yang disembunyikan dari Belanda. Banyak orang percaya bahwa harta tersebut masih terpendam dan hanya akan muncul jika Banten kembali dipimpin oleh keturunan Sultan yang adil dan bijak.
Beberapa warga mengaku pernah bermimpi didatangi Nyi Mas Ratu Wetan dan diberi petunjuk tempat harta itu, tapi hingga kini belum ada yang menemukannya.
Penutup: Warisan yang Tak Ternilai
Kesultanan Banten bukan hanya bagian dari sejarah lokal Banten, tetapi juga tonggak penting sejarah Nusantara. Dari perdagangan internasional, penyebaran Islam, sampai perjuangan melawan kolonialisme—semuanya bermuara di Banten.
Sultan Maulana Hasanuddin membuka jalan, Sultan Ageng Tirtayasa memperkuat pondasi, dan Sultan-sultan berikutnya melanjutkan perjuangan—baik dalam politik, ekonomi, maupun budaya. Cerita rakyat seperti adu ayam antara Sultan Hasanuddin dan Pucuk Umun, serta simbol kekuatan seperti Meriam Ki Amuk dan Ki Jagur, menunjukkan bahwa sejarah Banten tak hanya soal perang dan kekuasaan, tetapi juga tentang budaya, identitas, dan kearifan lokal.
Sebagai generasi penerus, mari kita rawat warisan ini. Jadikan pelajaran dari masa lalu sebagai pijakan untuk membangun masa depan. Jangan biarkan kisah megah ini terkubur dalam diam. Sebarkan, ceritakan, dan banggakan bahwa kita pernah punya peradaban sehebat Kesultanan Banten.
Artikel ini ditulis untuk keperluan edukasi dan publikasi di blog Saung AA Iyuy. Kamu boleh membagikannya selama mencantumkan sumber.Serta boleh menambahkan wawasan dan pengetahuan lainnya di kolom komentar di bawah
Posting Komentar untuk "Kesultanan Banten"