Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Babad Banten

Babad Banten: Kisah, Nilai, dan Jejak Sejarah Kesultanan Banten

Kisah, Nilai, dan Jejak Sejarah Kesultanan Banten

Babad Banten adalah salah satu naskah klasik yang menjadi saksi sejarah berdirinya Kesultanan Banten, sebuah kerajaan Islam yang pernah berjaya di ujung barat Pulau Jawa. Naskah ini bukan sekadar catatan sejarah, tetapi juga karya sastra yang sarat nilai-nilai keagamaan, politik, dan budaya. Lewat tulisan ini, kita akan mengenal lebih dalam isi, makna, dan pesan yang terkandung di dalamnya.

Asal-usul dan Latar Penulisan Babad Banten

Kata babad berarti “cerita asal-usul” atau “kisah pembukaan suatu negeri”. Babad Banten (atau Serat Banten) merupakan salah satu babad Jawa yang menuturkan sejarah berdirinya Kesultanan Banten dari masa kerajaan Sunda hingga era Islam. Versi paling terkenal adalah naskah Add. 12304 yang disimpan di British Library, ditulis pada tahun 1786 Masehi dalam bahasa Jawa dengan aksara Jawa.

Naskah ini berisi sekitar 35 pupuh (bagian tembang) yang menceritakan perjalanan tokoh-tokoh besar seperti Sunan Gunung Jati, Maulana Hasanuddin, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Haji. Meski ditulis dalam bentuk sastra, banyak sejarawan menganggapnya sebagai sumber penting untuk memahami kehidupan politik dan sosial Banten pada abad ke-16 hingga 18.

Kisah Awal: Dari Banten Girang ke Kesultanan Banten

Sebelum menjadi kerajaan Islam, Banten adalah bagian dari Kerajaan Sunda dengan pusat di Banten Girang. Daerah ini kemudian mengalami perubahan besar ketika Sunan Gunung Jati—seorang wali dari Cirebon—datang berdakwah ke wilayah barat Jawa. Putranya, Maulana Hasanuddin, diangkat sebagai pemimpin dan berhasil menaklukkan daerah pesisir hingga mendirikan Kesultanan Banten pada sekitar tahun 1526 M.

Di bawah Maulana Hasanuddin, Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan rempah, terutama lada. Pelabuhan Banten ramai oleh kapal-kapal dari Arab, India, Cina, hingga Eropa. Babad Banten menggambarkan masa ini sebagai zaman kejayaan di mana kekuasaan berpadu dengan dakwah Islam dan kemakmuran rakyat.

Puncak Kejayaan dan Konflik Besar

Puncak kemakmuran Banten terjadi di masa Sultan Ageng Tirtayasa (memerintah 1651–1683). Ia dikenal sebagai pemimpin adil dan berani menentang penjajahan VOC. Babad Banten memuji Sultan Ageng sebagai raja saleh yang memperjuangkan rakyat dan menolak tunduk pada kekuasaan asing.

Namun, sejarah juga mencatat tragedi besar: konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya sendiri, Sultan Haji. Dalam naskah digambarkan sebagai ujian besar bagi kerajaan. Sultan Haji, yang terpengaruh oleh VOC, akhirnya bersekongkol dengan Belanda melawan ayahnya. Pertempuran ayah dan anak ini menjadi simbol kehancuran moral kekuasaan dan awal mula kemunduran Banten.

Nilai Spiritual dan Moral dalam Babad Banten

Di balik kisah politik, Babad Banten sarat dengan nilai-nilai spiritual. Setiap tokoh besar selalu digambarkan memiliki hubungan kuat dengan Allah SWT dan menjadikan agama sebagai dasar kepemimpinan. Beberapa pesan penting yang bisa kita temukan di dalamnya antara lain:

  • Amar makruf nahi mungkar — Kewajiban pemimpin untuk menegakkan kebenaran dan mencegah kezaliman.
  • Adab kepada orang tua dan guru — Konflik Sultan Haji menjadi pengingat betapa besar dosa durhaka kepada ayah.
  • Keadilan dan keberanian — Sultan Ageng Tirtayasa melawan kolonialisme bukan demi tahta, tapi demi kedaulatan rakyat.
  • Zuhud dan kesederhanaan — Banyak bagian naskah menasihati penguasa agar tidak tamak dan sombong.

Unsur Sastra dan Keindahan Bahasa

Selain memuat sejarah, Babad Banten juga merupakan karya sastra dengan gaya bahasa khas Jawa klasik. Struktur tembangnya memuat metafora, simbol alam, dan pepatah yang menggambarkan falsafah hidup. Misalnya, gunung dan laut sering dijadikan lambang kekuatan dan keteguhan, sedangkan badai melambangkan cobaan hidup.

Bahasa dalam babad juga kaya dengan ungkapan religius: doa, dzikir, dan pujian kepada Allah disisipkan di antara narasi pertempuran atau kisah kerajaan. Hal ini menunjukkan bahwa budaya Jawa pada masa itu sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam tasawuf.

Kritik dan Nilai Sejarah

Bagi peneliti modern, Babad Banten tidak bisa dibaca seperti laporan sejarah kronologis. Ada bagian yang bersifat simbolik, alegoris, atau bahkan mitologis. Namun justru di situlah daya tariknya: babad memberi pandangan tentang bagaimana masyarakat Jawa memahami sejarah dan spiritualitas mereka sendiri.

Dengan membandingkan isi Babad Banten dengan arsip VOC, catatan Belanda, dan prasasti lokal, sejarawan bisa menemukan benang merah antara fakta dan imajinasi, antara sejarah resmi dan suara rakyat.

Pelestarian dan Naskah yang Masih Ada

Hingga kini, setidaknya ada lebih dari 30 naskah Babad Banten yang diketahui keberadaannya, tersebar di berbagai perpustakaan dunia, seperti British Library, Leiden University, dan Arsip Nasional RI. Salah satu versi digital yang paling mudah diakses adalah naskah Add. 12304 yang kini bisa dibaca online lewat Wikimedia Commons.

Pelestarian naskah ini penting bukan hanya untuk penelitian, tapi juga untuk menjaga warisan identitas bangsa. Pemerintah Banten dan komunitas literasi daerah kini mulai mengadakan digitalisasi dan transliterasi agar generasi muda bisa membaca tanpa kehilangan makna aslinya.

Pelajaran Hidup dari Babad Banten

Babad Banten bukan hanya kisah masa lalu, tapi juga cermin bagi masa kini. Beberapa pelajaran yang bisa kita ambil:

  • Kepemimpinan adil: kekuasaan harus dijalankan dengan hati bersih dan tujuan mulia.
  • Pentingnya ilmu dan agama: penguasa sejati bukan yang kuat secara militer, tetapi yang berilmu dan beriman.
  • Cinta tanah air: perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa adalah simbol nasionalisme sebelum istilah itu ada.
  • Hubungan ayah dan anak: durhaka kepada orang tua membawa kehancuran, baik dalam keluarga maupun negara.

Penutup

Babad Banten adalah warisan berharga yang menggabungkan sejarah, sastra, dan spiritualitas. Ia bukan sekadar kisah raja dan perang, tapi juga cermin nilai-nilai luhur: keimanan, keadilan, kesetiaan, dan kebijaksanaan. Dalam dunia modern yang serba cepat, membaca naskah seperti ini mengingatkan kita bahwa kemajuan sejati selalu berakar pada tradisi dan iman.

Mari kita jaga warisan ini, agar kisah dan nilai-nilainya tak hilang ditelan zaman.

Terima kasih telah membaca — semoga artikel ini bermanfaat untuk Anda dan pembaca setia Saung AA Iyuy. Jangan lupa share ke sosial media, tinggalkan komentar, dan lanjutkan eksplorasi sejarah kita!

Ditulis oleh Saung AA Iyuy
Ilustrasi Sultan Maulana Yusuf, Sultan Banten Kedua yang menaklukkan Pajajaran pada tahun 1579 ‎ ‎ ‎Babad Bantennaskah kuno tentang kesultanan banten

‎ #BabadBanten #SeratBanten #SajarahBanten #KesultananBanten #SejarahBanten #BudayaBanten #NaskahKunoJawa #LiteraturIslamJawa #SultanAgengTirtayasa #KesultananBanten #MaulanaHasanuddin #SunanGunungJati #aksaraJawanaskah #pelestariannaskahkuno

Posting Komentar untuk "Babad Banten"