Banten Girang
Sejarah, Keindahan, dan Pesona Situs Tua di Banten
Banten Girang mungkin belum sepopuler situs sejarah lain di Indonesia, tapi bagi pecinta sejarah, arkeologi, dan budaya lokal, nama ini menyimpan pesona yang luar biasa. Terletak di Provinsi Banten, tepatnya di daerah yang sekarang menjadi bagian dari Kota Serang, situs ini adalah saksi bisu perjalanan panjang sejarah dari masa prasejarah hingga kejayaan Kesultanan Bantenn.
Letak dan Gambaran Umum Banten Girang
Banten Girang adalah nama yang mungkin belum banyak orang tahu detailnya — padahal tempat ini adalah cikal bakal wilayah Banten yang kita kenal sekarang. Terletak di Kampung Talaya, Desa Sempu, Kecamatan Serang (Kota Serang), Banten, Banten Girang menyimpan lapisan-lapisan sejarah dari masa pra-Islam hingga periode transisi menuju Kesultanan Banten.
Berjarak kurang lebih 10 km dari pelabuhan Banten lama (Banten Ilir). Lokasinya berupa dataran tinggi dekat aliran Sungai Cibanten yang bermuara ke teluk kecil di ujung barat Pulau Jawa — posisi yang menjadikan Banten penting sebagai bandar dan jalur perdagangan maritim pada masanya.
Bagi masyarakat sekitar, kawasan ini bukan hanya sekadar tanah tua, melainkan juga bagian dari identitas dan kebanggaan daerah. Tak jarang, warga setempat bercerita tentang legenda, kisah mistis, dan peninggalan yang masih tersisa hingga kini.
Sejarah Awal Banten Girang
Menurut sumber tradisi dan naskah lokal, pada awal abad ke-16 penguasa di daerah ini adalah Prabu Pucuk Umun dan pusat pemerintahan saat itu disebut Banten Girang, sementara Banten Ilir/Banten Lama berfungsi lebih sebagai kawasan pelabuhan. Jejak cerita ini muncul dalam Babad Banten dan penelitian sejarawan lokal.
Penggalian dan kajian arkeologis di Banten Girang menemukan keramik-keramik Cina, manik-manik India, struktur bata merah, serta bukti aktivitas pengolahan logam. Penanggalan radiokarbon terhadap beberapa temuan menunjukkan keberadaan permukiman yang berawal sejak sekitar abad ke-9, dengan perkembangan puncak pada abad ke-12 hingga abad ke-14 — jauh lebih tua daripada anggapan lama yang menempatkan kemunculan Banten pada era 1500-an. Temuan ini memperlihatkan bahwa Banten Girang sudah berjejaring dengan perdagangan internasional sejak lama.
Para arkeolog menemukan bukti bahwa kawasan ini pernah dihuni oleh masyarakat yang memiliki sistem pemerintahan dan kebudayaan cukup maju. Berdasarkan temuan artefak, Banten Girang pernah menjadi pusat pemerintahan sebelum akhirnya Kesultanan Banten memindahkan pusat kekuasaan ke pesisir.
Menurut catatan sejarah, kawasan ini kemungkinan besar merupakan bagian dari kerajaan Hindu-Buddha pada masa itu. Letaknya yang strategis menjadikan Banten Girang sebagai pusat perdagangan dan interaksi budaya antara penduduk lokal dan para pedagang dari luar nusantara, termasuk dari India, Tiongkok, dan Timur Tengah.
Peran Banten Girang dalam Masa Kesultanan Banten
Ketika Islam mulai berkembang di wilayah barat Pulau Jawa, Banten Girang menjadi salah satu titik penting penyebarannya. Pada abad ke-16, Sunan Gunung Jati dan Maulana Hasanuddin menjadikan wilayah Banten sebagai pusat dakwah dan pemerintahan Islam. Meski pusat kerajaan kemudian pindah ke daerah pesisir (Banten Lama), Banten Girang tetap memiliki peran strategis, baik sebagai pusat pertahanan maupun jalur penghubung darat.
Di sinilah terjadi peralihan besar dalam sejarah, ketika pengaruh Hindu-Buddha perlahan digantikan oleh Islam, yang terlihat dari perubahan arsitektur, sistem pemerintahan, hingga tradisi masyarakatnya.
Peninggalan di Banten Girang
Di situs ini terdapat makam yang sangat dikenal warga setempat: makam Ki Mas Jong dan Ki Mas Agus Ju (sering disebut juga Ki Jongjo). Makam inilah yang kemudian menjadi salah satu penanda komunitas pemeluk Islam awal di daerah tersebut; tradisi lisan menyebut tokoh-tokoh ini sebagai pelaku penting dalam transisi budaya setempat. Makam-makam dan kompleksnya sering dikunjungi peziarah.
Selain itu, di Banten Girang juga ada gua batu (goa buatan) di tepi Sungai Cibanten. Struktur bata merah dan gua-gua ini diduga sebagai tempat untuk bertapa atau kegiatan ritual pada masa Hindu-Buddha sebelum Islam menjadi dominan. Ada pula laporan penemuan arca Dwarapala dan struktur pertahanan sederhana—semua ini menegaskan status Banten Girang sebagai pusat permukiman yang terorganisir. .
Kehidupan Sosial dan Budaya Masyarakat Dulu
Nama "Banten" berasal dari bahasa Jawa kuno pabanten yang berarti tempat menaruh sesaji atau persembahan. Kata "girang" dalam konteks ini diartikan sebagai 'hulu' atau 'bagian atas' sehingga Banten Girang umum diartikan sebagai 'Banten Hulu' — berlawanan dengan Banten Ilir yang berada di muara/pelabuhan. Makna ini cocok dengan posisi geografisnya di hulu Sungai Cibanten.
Masyarakat Banten Girang pada masa lalu memiliki budaya yang kaya. Mereka hidup dari bercocok tanam, berdagang, dan membuat kerajinan tangan. Pengaruh budaya luar yang datang lewat perdagangan tidak menghapus identitas lokal, melainkan memperkaya kebudayaan mereka.
Walaupun bukan pelabuhan besar seperti sekarang, Banten sejak lama berperan sebagai bandar kecil yang tersambung ke jalur perdagangan maritim melalui muara Sungai Cibanten. Sungai yang pendek (sekitar 30 km) itu menghubungkan laut dengan dataran vulkanis Gunung Karang–Gunung Pulasari– Dan Gunung Aseupan, sehingga menjadi koridor perdagangan antara pegunungan pedalaman dan dunia luar. Bukti barang impor seperti keramik Cina dan manik-manik India menguatkan narasi tersebut..
Keindahan Alam Sekitar Banten Girang
Selain nilai sejarahnya, Banten Girang juga dikelilingi oleh pemandangan alam yang asri. Sungai Cibanten yang mengalir di dekatnya memberikan suasana tenang dan udara segar. Bagi pengunjung yang menyukai fotografi, panorama di sekitar situs ini menawarkan banyak spot menarik.
Pagi dan sore hari adalah waktu terbaik untuk berkunjung, karena cahaya matahari yang lembut membuat suasana semakin indah. Bahkan, jika beruntung, kita bisa melihat aktivitas warga yang memancing atau mengangkut hasil pertanian melewati tepian sungai.
Misteri dan Cerita Legenda
Seperti banyak situs sejarah lainnya, Banten Girang juga menyimpan cerita mistis. Ada kisah tentang makhluk gaib yang menjaga kawasan ini, suara gamelan yang terdengar di malam hari, hingga penampakan prajurit bersenjata lengkap. Cerita-cerita ini memang sulit dibuktikan, tapi bagi masyarakat lokal, legenda tersebut menjadi bagian dari warisan lisan yang menarik.
Legenda-legenda ini bahkan kadang dimanfaatkan untuk menarik wisatawan yang tertarik dengan wisata mistis atau spiritual.
Pentingnya Pelestarian Banten Girang
Sayangnya, tidak semua orang menyadari pentingnya menjaga situs sejarah seperti Banten Girang. Beberapa bagian situs mulai tergerus oleh pembangunan, sementara sebagian peninggalan arkeologis terancam rusak karena kurangnya perawatan.
Pemerintah daerah bersama para pegiat sejarah dan komunitas lokal perlu bekerja sama untuk menjaga dan mempromosikan Banten Girang. Salah satu caranya adalah dengan membuat kawasan ini sebagai destinasi wisata edukasi yang terkelola dengan baik.
Potensi Wisata Sejarah
Banten Girang memiliki potensi besar untuk menjadi destinasi wisata sejarah unggulan di Banten. Dengan konsep wisata edukasi, pengunjung bisa belajar sejarah sambil menikmati suasana alam. Kegiatan seperti tur sejarah, workshop arkeologi, atau festival budaya bisa menjadi daya tarik tambahan.
Jika dikelola dengan baik, wisata sejarah ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi bagi warga sekitar, tapi juga memperkuat identitas budaya daerah.
Kesimpulan
Banten Girang adalah bagian penting dari sejarah Banten yang tidak boleh dilupakan. Dari masa kerajaan Hindu-Buddha, peralihan ke Islam, hingga masa kejayaan Kesultanan Banten, semua jejaknya tersimpan di sini. Keindahan alam dan kekayaan budayanya menjadikan situs ini layak untuk dilestarikan dan diperkenalkan ke generasi berikutnya.
Dengan menjaga Banten Girang, kita tidak hanya melestarikan peninggalan masa lalu, tapi juga membangun masa depan yang menghargai sejarah dan budaya.
Tag: #BantenGirang #SejarahBanten #WisataSejarah #SitusBerharga #Banten
Posting Komentar untuk "Banten Girang"